KASUS-KASUS KONTEMPORER PERBANKAN SYARI'AH
Makalah ini diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ekonomi Syari’ah
Dosen Pengampu: Joni Ahmad
Mughni, M. Si
Kelompok
7:
Ahmad
Hilman Ginanjar (12.01.034)
Siti
Islamiati (12.01.033)
Erni
Kurniati (12.01.038)
KELAS PAI A TINGKAT III SEMESTER VI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
TASIKMALAYA
Jl. Noenoeng Trisnaputra No. 16 Tasikmalaya
2014/2015
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur
kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena dengan rahmat dan karunia-Nyalah
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah
ini merupakan salah satu tugas kelompok dari Joni Ahmad Mughni, M. Si. sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah “Ekonomi Syari’ah” di STAI TASIKMALAYA.
Harapan kami,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menambah wawasan
khazanah keilmuan. Namun, tentunya makalah ini bukanlah salah satu referensi
yang sempurna dan kami akui bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekhilafan dan kekeliruan dalam
penyusunan makalah ini. Dan kami berharap
kepada dosen yang bersangkutan untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan penyusunan makalah yang selanjutnya.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Tasikmalaya, April 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ………………………………………………………………. i
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………………… ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang ……………………………………………………………. 1
2.
Rumusan Masalah ………………………………………………………… 2
3.
Tujuan …………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
1.
Pengertian Bank Syari’ah …………………………………..…………… 3
2.
Sistem Operasional Bank Syari’ah ………………………………....…… 4
3.
Jasa Layanan Perbankan …………………………………………………. 9
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan ……………………………………………………..………. 12
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………….. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak
istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank
Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank
Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank).
Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis
penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang
secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Undang-undang
Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya
untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUPI), membedakan bank berdasarkan
kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan
pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara
lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank
oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank
konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution)
yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana
tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas
pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil
bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional
mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa
yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun
mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Disamping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi dari mekanisme
bunga (interest free), posisi unik lainnya dari Bank Syariah
dibandingkan dengan bank konvensional adalah diperbolehkannya Bank Syariah
melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance dan perdagangan (trading).
Hal ini berkenaan dengan sifat dasar transaksi Bank Syariah yang merupakan
investasi dan jual beli serta sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang
dapat dilakukan Bank Syariah, seperti pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual
beli), ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli) dan
lain-lain.
Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam
(muslim world) lainnya, menginginkan sistem perekonomian yang berbasis
nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat di
terapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Bank Syari’ah?
2. Apa saja sistem Operasional Bank
Syari’ah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Bank
Syari’ah
2. Untuk mengetahui sistem Operasional
Bank Syari’ah
BAB
II
PEMBAHASAN
1)
Pengertian Bank Syari’ah
Pengertian
perbankan menurut pasal 1 butir UU Nomor 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank Syariah
pertama berdiri di Indonesia sekitar tahun 1992 di dasarkan pada undang-undang
nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan peraturan pemerintah nomor
72 tahun 1992 tentang bank umum berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan
hukum bank perkreditan rakyat syariah. Sesuai dengan perkembangan perbankan
maka undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan di sempurnakan dengan
undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan
perbankan syariah.
Bank
syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara
bermuamalah secara Islam.
2)
Sistem Operasional Bank Syari’ah
1. Sistem Menghimpun Dana
Metode
penghimpunan dana yang ada pada Bank-bank konvensional didasari teori yang
diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga
Kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi. Oleh karena itu,
produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu
berupa giro, tabungan, dan deposito.
Berbeda
dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam
menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat
dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan
oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung,
tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan
(fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk
hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang
berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan
kepada pemilik dana lainnya.
Mekanisme penyertaan modal pemegang
saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm
asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.
b. Titipan (Wadi’ah)
Salah
satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan
menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah
al-wadi’ah.
Dalam
prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh
atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap
saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip
investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana
(shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank.
Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni
yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan
demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank
konvensional.
2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Bank
syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis
kontrak perdagangan syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas
dan prinsip yang jelas secara syariah. Penyakluran dana perbankan syariah dapat
dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu;
a) Equity Financing
Bentuk
ini terbagi pula dalam pilihan skim mudharabah muthalaqah/muqayyadah atau dalam
bentuk musyarakah.
1) Al-Mudharabah
Dari
segi konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan
mudharabah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank
(deposit nasabah), namun ada yang membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan
deposit nasabah, maka nasabah sebagai penyandang dana bertindak sebagai
shahibul maal dan bank sebagai mudharib (pengelola dana). Sedangkan pada skim pembiayaan,
bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak sebagai
mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan
bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh
tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang
menjadi bagian bank.
Dalam
pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral
(jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja
sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Dengan kata lain,
masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga
beban risikonya (full investment).
2) Al-Musyarakah
Yang dimaksud dengan musyarakah
adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyertakan modal dan dengan
keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati. Musyarakah lebih
dikenal dengan sebutan syarikat merupakan gabungan pemegang saham untuk
membiayai suatu proyek, keuntungan dan proyek tersebut dibagi menurut presentse
yang disetujui, dan seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban
kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional.
Bank syariah dalam aplikasinya hanya
menggunakan instrumen syarikat Al-Man, karena jenis syarikat inilah yang lebih
sesuai dengan keadaan perdagangan saat ini. produk-produk yang dikeluarkan
melalui syarikat biasanya beraneka ragam, diantaranya modal ventura, dimana
bank ikut memberi modal terhadap suatu perusahaan dan dalam jangka waktu
tertentu akan melepas kembali saham perusahaan tersebut kepad rekan kongsi dan
kemungkinan juga tetap bermitra untuk jangka panjang. Di Indonesia, sudah ada
banyak bank syariah yang melakukan produk seperti ini, dan jenis usaha yang
dibiayai antara lain perdagangan, industri (manufacturing), usaha atas dasr
kontrak dan lain sebagainya.dalam kontrak Al-Musyarakah, bank juga tidak boleh
memberatkan nasabah dengan persyaratan agunan atau kolateral, karena kontrak
ini berbentuk kerja sama dan bukan utang-piutang. Kesalahan pada pembebanan
jaminan menyebabkan kontrak menjadi fasad.
b) Debt Financing.
Debt
Financing adalah dalam teori meliputi objek-objek berupa pertukaran antara
barang dengan barang (barter), barang dengan uang, uang dengan barang, dan uang
dengan uang. Mengenai objek pertama dan terakhir terdapat permasalahan
pertukaran antara barang dengan barang dipertimbangkan dapat menimbulkan ribah
fadhal. Sedangkan pertukaran antara uang dengan uang pun demikian, di
khawatirkan dapat menimbulkan ribah nasiah. Pertukaran antar uang dengan uang
(sharf) dalam perbankan syariah dimasukkan dalam bidang jasa pertukaran uang,
yang mensyaratkan pertukaran langsung tanpa penundaan pembayaran. Oleh karena
itu dalam operasional perbankan syariah hanya digunakan dua objek lainnya,
yaitu pertukaran antara barang dengan barang dan uang dengan uang.
1) Barang dengan uang
Transaksi barang dengan uang yang
dapat di lakukan dengan skim jual beli (ba’i) atau pun sewa menyewa (ujrah).
Yang termasuk skim jual beli adalah:
a. Ba’i Al-Murabahah
Skim ini adalah bentuk jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dalam ba’i
Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya (mark up). margin keuntungan adalah selisih harga jual dikurangi
harga asal yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan
secara tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada waktutertentu yang
disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan elemen murabahah
ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam. Keabsahannya juga bergantung pada
syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.
Ø Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Pembeli hendaklah betul-betul
mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli.
b. Penjual dan pembeli hendaklah setuju
dengan kadar untung atau tambahan harga yang ditetapkan tanpa ada sedikit pun
paksaan.
c. Barang yang dijualbelikan bukanlah
barang barang ribawi.
d. Sekiranya barang tersebut telah
dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut perundangan
Islam.
Ø Sedangkan rukun jual beli murabahah
adalah:
a. Penjual (ba’i)
b. Pembeli (musytariy)
c. Barang (mabi’)
d. Sighat dalam bentuk ijab kabul.
e. Ba’i Bithaman Aji
Bagi orang yang membutuhkan biaya
untuk keperluan produktif ataupun konsumtif, ia dapat menggunakan konsep ini
dalam berkontrak. Hal karena prinsip ini memberikan ruang kepada nasabah untuk
membeli sesuatu dan cara pembayaran yang ditangguhkan arau secara diangsur
(al-taqsid).
Sedangkan yang termasuk skim
sewa-menyewa (ujrah):
a. Al-Ijrah (operasional Lease)
Konsep
ini secara etimologi erarti upah atau sewa. Ahli sewa islam mendefinisikan
dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan. Konsep
ini tidak sama dan tidak dapat dikaitkan dengan jual-beli, sebab akad jal beli
adalah kekal (muabbadan), sedangkan al-ijarah akad ini dalam masa teertentu
(muaqqatan). Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagi bentuk
produk yang diletakkanpada skim pembiayaan, diantara caranya adalah:
· Bank dapat memberi pembiayaan kepada
nasabah untuk tujuan mendapatkan penggunaan manfaat sesuatu harta dibawah
elemen al-ijarah.
· Bank terlebih dahulu membeli harta
yang akan digunakan oleh nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah
menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat lain yang disetujui
kedua belah pihak.
b. Ijarah wa iqtina (finansial lease)
Skim
ini merupakan bentuk lain dari ijarah di mana persewaan berakhir dengan
perpindahan hak milik dan objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada
perbankan karenalebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank sendiri tidak
direpotkan untuk pemeliharan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
2) Uang dengan Barang
Pertukaran
ini dapat dilakukan dengan skim:
a. Ba’i as-Salam (In-front Payment
Sale.
Skim
ini secara terminologi berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda,
atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara jelas dengan
pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.
Di dalam masyarakat, skim ini lebih dikenal dengan jual beli pesanan atau
inden. Dalam transaksi ba’i as-salam mengharuskan adanya pengukuran atau
spesifikasi barang yang jelas dan keridhaan para pihak.
Dalam
teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dan
nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang
disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk
utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayar segera.
b. Ba’i al-Istishna(istisna sale)
Skim
ini adalah akad jual beli antara pemesan/pembeli dengan produsen atau penjual
di mana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan
kriteria yang jelas. Dalam literatur fikih klasik disebutkan istishna sebagai
lanjutan dari ba’i as-salam, sehinggaa ketentuan dan aturannya mengikuti akad
ba’i as-salam.
Adapun
yang membedakannya dengan as-salam adaah pada metode pembayaran sifat
kontraknya. Pada ba’i as-salam, pembayaran lebih bersifat fleksibel di mana
tidak dilakukan secara lunas tetapi bertahap sesuai dengan barang yang diterima
pada termin waktu tertentu. Sifat kontrak pada skim baik as-salam adalah
mengikat secara asli (thabi’i) pada semua pihak dari semula, sedangkan pada
istishna, bersifat mengikat ecara ikutan untuk melindungi produsen sehingga
tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen.
3)
Jasa Layanan Perbankan
a. Al-Wakalah (Deputyship)
Adalah akad perwakilan antara dua
pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk
bertindak atas nama pihak pertama. Dalam aplikasinya dalam perbankan syariah,
wakalah biasanya diterapkan dalam penerbitan Letter Of Credit(L/C) atau
penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di Luar Negeri(L/C
Ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak
lain.
b.
Kafalah
(Gauranty)
Menurut
Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali, kafalah adalah menjadikan seseorang
(penjamin)ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam
pelunasan/pembayaran utang. Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan
garansi bank (Bank Guarantee). Ada beberapa jenis wakalah, yaitu:
Kafalah bin Nafs, yaitu akad
memberikan jaminan atas diri si penjamin (personal guarantee).
Kafalah bil-Maal, yaitu jaminan
pembayaran atau pelunasan utang. Dalam aplikasinya di perbankan dapat berbentuk
jaminan uang muka (Advance Payment Bond) atau jaminan pembayaran (Payment
Bond).
Kafalah Mualaqah dan Munjazah, yaitu
jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu dan untuk tujuan tertentu. Dalam
perbankan modern hal ini diterapkan untuk pelaksanaan suatu proyek (Performence
Bond) atau jaminan penawaran (Bid Bond).
4)Kafalah Bit Taslim, yaitu penjaminan atas pengembalian atas barang sewa pada
saat jangka waktu habis.
c.
Hawalah
(Transfer Service)
Hawalah
akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini
ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang
memberi utang(muhal atau da’iin) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal
‘alaih).
Akad hawalah diterapkan pada hal-hal berikut:
ü Factoring atau anjak piutang, dimana
para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu
kepada bank.
ü Post-dated Check, dimana bank
bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar terlebih dahulu piutang tersebut.
ü Bill Discounting, dimana pada
prinsipnya sama dengan pelaksanaan konsep hawalah, hanya saja dalam bill
discounting, nasabah harus membayar fee yang tidak dikenal pada hawalah
lainnnya.
d.
Ju’alah
Jualah adalah suatu kontrak dimana
pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan
suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak
pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai
pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti referensi bank, informasi
usaha dan lain sebagainya.
e.
Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta
milik si peminjam sebagai jaminan yang diterimanya. Barang yang dithan tersebut
harus memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan dapat
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Aplikasinya dapat berupa lembaga gadai dan pada bank diterapkan
sebagai collateral atas suatu pembiayaan/pinjaman.
f.
Al-Qardh
(Soft and Benevolent Loan)
Al-Qardh adalah pembelian harta
kepada orang lain yang dapat ditagih kembali atau dengan kata lain meminjamkan
tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fikih klasik, ard dikategorikan
dalam akad tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Sedangkan
aplikasinya dalam dunia perbankan syariah dapat berupa al-Qard al-Hasan sebagai
bentuk sumbangsih kepada dunia usaha kecil. Di indonesia sendiri, dana untuk
skim ini berasal dari dana Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (BAZIS). Pada
prinsipnya qardhul hasan merupakan pinjaman dengan tujuan kebajikan, dimana
peminjam hanya perlu membayar jumlah uang yang dipinjamkan tanpa membayar
tambahan.
g.
Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran
antara uangdengan uang. Pengertian pertukaran uang yang dimaksud disini yaitu
pertukaran valuta asing , dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang
domestik atau mata uang lainnya.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
A. Bank syariah adalah bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank
yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya
yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
1. Sistem Penghimpunan Dana, terdiri
dari:
v Modal
v Titipan
(Wadi’ah)
v Investasi
(Mudharabah)
2. Sistem Penyaluran Dana (Financing),
dikategorikan 2 bentuk, yaitu:
Ø Equity
Financing
Ø Debt
Financing
3. Jasa
Layanan Perbankan
Al-Wakalah
(Deputyship)
Kafalah
(Gauranty)
Hawalah
(Transfer Service)
Ju’alah
Rahn
Al-Qardh
(Soft and Benevolent Loan)
Sharf
DAFTAR PUSTAKA