RSS

KASUS-KASUS KONTEMPORER PERBANKAN SYARI'AH





KASUS-KASUS KONTEMPORER PERBANKAN SYARI'AH 



Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ekonomi Syari’ah
Dosen Pengampu: Joni Ahmad Mughni, M. Si

  
  
Kelompok 7:
Ahmad Hilman Ginanjar (12.01.034)
Siti Islamiati (12.01.033)
Erni Kurniati (12.01.038)

KELAS PAI A TINGKAT III SEMESTER VI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TASIKMALAYA
Jl. Noenoeng Trisnaputra No. 16 Tasikmalaya
2014/2015




KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena dengan rahmat dan karunia-Nyalah penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok dari Joni Ahmad Mughni, M. Si. sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Ekonomi Syari’ah di STAI TASIKMALAYA. 
Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menambah wawasan khazanah keilmuan. Namun, tentunya makalah ini bukanlah salah satu referensi yang sempurna dan kami akui bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekhilafan dan kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Dan kami berharap kepada dosen yang bersangkutan untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penyusunan makalah yang selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.









      Tasikmalaya, April 2015


                                               Penyusun



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….         i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………         ii
BAB I PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang …………………………………………………………….         1
2.      Rumusan Masalah …………………………………………………………         2
3.      Tujuan ……………………………………………………………………..         2
BAB II PEMBAHASAN
1.      Pengertian Bank Syari’ah …………………………………..……………          3
2.      Sistem Operasional Bank Syari’ah ………………………………....……           4
3.      Jasa Layanan Perbankan ………………………………………………….         9
BAB III PENUTUP
1.      Kesimpulan ……………………………………………………..……….           12
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..         13



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUPI), membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Disamping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi dari mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari Bank Syariah dibandingkan dengan bank konvensional adalah diperbolehkannya Bank Syariah melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance dan perdagangan (trading). Hal ini berkenaan dengan sifat dasar transaksi Bank Syariah yang merupakan investasi dan jual beli serta sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan Bank Syariah, seperti pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual beli), ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli) dan lain-lain.
Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya, menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat di terapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat.
B.   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Bank Syari’ah?
2.      Apa saja sistem Operasional Bank Syari’ah?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Bank Syari’ah
2.      Untuk mengetahui sistem Operasional Bank Syari’ah


BAB II
PEMBAHASAN

1)    Pengertian Bank Syari’ah
Pengertian perbankan menurut pasal 1 butir UU Nomor 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank Syariah pertama berdiri di Indonesia sekitar tahun 1992 di dasarkan pada undang-undang nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang bank umum berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum bank perkreditan rakyat syariah. Sesuai dengan perkembangan perbankan maka undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan di sempurnakan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.

2)    Sistem Operasional Bank Syari’ah
1.    Sistem Menghimpun Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada Bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga Kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.
Berbeda dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a.  Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya.
Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.
b.      Titipan (Wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah.
Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c.       Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.
2.    Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas dan prinsip yang jelas secara syariah. Penyakluran dana perbankan syariah dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu;
a)    Equity Financing
Bentuk ini terbagi pula dalam pilihan skim mudharabah muthalaqah/muqayyadah atau dalam bentuk musyarakah.

1)   Al-Mudharabah
Dari segi konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan mudharabah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank (deposit nasabah), namun ada yang membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan deposit nasabah, maka nasabah sebagai penyandang dana bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib (pengelola dana). Sedangkan pada skim pembiayaan, bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak sebagai mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.
Dalam pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral (jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Dengan kata lain, masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga beban risikonya (full investment).
2)   Al-Musyarakah
Yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyertakan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati. Musyarakah lebih dikenal dengan sebutan syarikat merupakan gabungan pemegang saham untuk membiayai suatu proyek, keuntungan dan proyek tersebut dibagi menurut presentse yang disetujui, dan seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional.
Bank syariah dalam aplikasinya hanya menggunakan instrumen syarikat Al-Man, karena jenis syarikat inilah yang lebih sesuai dengan keadaan perdagangan saat ini. produk-produk yang dikeluarkan melalui syarikat biasanya beraneka ragam, diantaranya modal ventura, dimana bank ikut memberi modal terhadap suatu perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu akan melepas kembali saham perusahaan tersebut kepad rekan kongsi dan kemungkinan juga tetap bermitra untuk jangka panjang. Di Indonesia, sudah ada banyak bank syariah yang melakukan produk seperti ini, dan jenis usaha yang dibiayai antara lain perdagangan, industri (manufacturing), usaha atas dasr kontrak dan lain sebagainya.dalam kontrak Al-Musyarakah, bank juga tidak boleh memberatkan nasabah dengan persyaratan agunan atau kolateral, karena kontrak ini berbentuk kerja sama dan bukan utang-piutang. Kesalahan pada pembebanan jaminan menyebabkan kontrak menjadi fasad.
b)   Debt Financing.
Debt Financing adalah dalam teori meliputi objek-objek berupa pertukaran antara barang dengan barang (barter), barang dengan uang, uang dengan barang, dan uang dengan uang. Mengenai objek pertama dan terakhir terdapat permasalahan pertukaran antara barang dengan barang dipertimbangkan dapat menimbulkan ribah fadhal. Sedangkan pertukaran antara uang dengan uang pun demikian, di khawatirkan dapat menimbulkan ribah nasiah. Pertukaran antar uang dengan uang (sharf) dalam perbankan syariah dimasukkan dalam bidang jasa pertukaran uang, yang mensyaratkan pertukaran langsung tanpa penundaan pembayaran. Oleh karena itu dalam operasional perbankan syariah hanya digunakan dua objek lainnya, yaitu pertukaran antara barang dengan barang dan uang dengan uang.
1)   Barang dengan uang
Transaksi barang dengan uang yang dapat di lakukan dengan skim jual beli (ba’i) atau pun sewa menyewa (ujrah). Yang termasuk skim jual beli adalah:
a.    Ba’i Al-Murabahah
Skim ini adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dalam ba’i Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (mark up). margin keuntungan adalah selisih harga jual dikurangi harga asal yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan secara tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada waktutertentu yang disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan elemen murabahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam. Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.

Ø Syarat-syarat tersebut adalah:
a.    Pembeli hendaklah betul-betul mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli.
b.    Penjual dan pembeli hendaklah setuju dengan kadar untung atau tambahan harga yang ditetapkan tanpa ada sedikit pun paksaan.
c.    Barang yang dijualbelikan bukanlah barang barang ribawi.
d.   Sekiranya barang tersebut telah dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut perundangan Islam.
Ø Sedangkan rukun jual beli murabahah adalah:
a.    Penjual (ba’i)
b.    Pembeli (musytariy)
c.    Barang (mabi’)
d.   Sighat dalam bentuk ijab kabul.
e.       Ba’i Bithaman Aji
Bagi orang yang membutuhkan biaya untuk keperluan produktif ataupun konsumtif, ia dapat menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Hal karena prinsip ini memberikan ruang kepada nasabah untuk membeli sesuatu dan cara pembayaran yang ditangguhkan arau secara diangsur (al-taqsid).
Sedangkan yang termasuk skim sewa-menyewa (ujrah):
a.     Al-Ijrah (operasional Lease)
Konsep ini secara etimologi erarti upah atau sewa. Ahli sewa islam mendefinisikan dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan. Konsep ini tidak sama dan tidak dapat dikaitkan dengan jual-beli, sebab akad jal beli adalah kekal (muabbadan), sedangkan al-ijarah akad ini dalam masa teertentu (muaqqatan). Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagi bentuk produk yang diletakkanpada skim pembiayaan, diantara caranya adalah:
·      Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan mendapatkan penggunaan manfaat sesuatu harta dibawah elemen al-ijarah.
·      Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah pihak.
b.    Ijarah wa iqtina (finansial lease)
Skim ini merupakan bentuk lain dari ijarah di mana persewaan berakhir dengan perpindahan hak milik dan objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada perbankan karenalebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank sendiri tidak direpotkan untuk pemeliharan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
2)   Uang dengan Barang
Pertukaran ini dapat dilakukan dengan skim:
a.     Ba’i as-Salam (In-front Payment Sale.
Skim ini secara terminologi berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari. Di dalam masyarakat, skim ini lebih dikenal dengan jual beli pesanan atau inden. Dalam transaksi ba’i as-salam mengharuskan adanya pengukuran atau spesifikasi barang yang jelas dan keridhaan para pihak.
Dalam teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dan nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayar segera.
b.     Ba’i al-Istishna(istisna sale)
Skim ini adalah akad jual beli antara pemesan/pembeli dengan produsen atau penjual di mana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan kriteria yang jelas. Dalam literatur fikih klasik disebutkan istishna sebagai lanjutan dari ba’i as-salam, sehinggaa ketentuan dan aturannya mengikuti akad ba’i as-salam.
Adapun yang membedakannya dengan as-salam adaah pada metode pembayaran sifat kontraknya. Pada ba’i as-salam, pembayaran lebih bersifat fleksibel di mana tidak dilakukan secara lunas tetapi bertahap sesuai dengan barang yang diterima pada termin waktu tertentu. Sifat kontrak pada skim baik as-salam adalah mengikat secara asli (thabi’i) pada semua pihak dari semula, sedangkan pada istishna, bersifat mengikat ecara ikutan untuk melindungi produsen sehingga tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen.

3)   Jasa Layanan Perbankan
a.    Al-Wakalah (Deputyship)
Adalah akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama. Dalam aplikasinya dalam perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan dalam penerbitan Letter Of Credit(L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di Luar Negeri(L/C Ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.

 b.    Kafalah (Gauranty)
Menurut Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali, kafalah adalah menjadikan seseorang (penjamin)ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan/pembayaran utang. Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan garansi bank (Bank Guarantee). Ada beberapa jenis wakalah, yaitu:
*   Kafalah bin Nafs, yaitu akad memberikan jaminan atas diri si penjamin (personal guarantee).
*   Kafalah bil-Maal, yaitu jaminan pembayaran atau pelunasan utang. Dalam aplikasinya di perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance Payment Bond) atau jaminan pembayaran (Payment Bond).
*   Kafalah Mualaqah dan Munjazah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan untuk pelaksanaan suatu proyek (Performence Bond) atau jaminan penawaran (Bid Bond).
4)Kafalah Bit Taslim, yaitu penjaminan atas pengembalian atas barang sewa pada saat jangka waktu habis.




 c.     Hawalah (Transfer Service)
Hawalah akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang(muhal atau da’iin) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih).
Akad hawalah diterapkan pada hal-hal berikut:
ü Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank.
ü Post-dated Check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar terlebih dahulu piutang tersebut.
ü Bill Discounting, dimana pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan konsep hawalah, hanya saja dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee yang tidak dikenal pada hawalah lainnnya.

 d.    Ju’alah
Jualah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti referensi bank, informasi usaha dan lain sebagainya.

 e.     Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan yang diterimanya. Barang yang dithan tersebut harus memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan dapat memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Aplikasinya dapat berupa lembaga gadai dan pada bank diterapkan sebagai collateral atas suatu pembiayaan/pinjaman.

 f.     Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)
Al-Qardh adalah pembelian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fikih klasik, ard dikategorikan dalam akad tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Sedangkan aplikasinya dalam dunia perbankan syariah dapat berupa al-Qard al-Hasan sebagai bentuk sumbangsih kepada dunia usaha kecil. Di indonesia sendiri, dana untuk skim ini berasal dari dana Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (BAZIS). Pada prinsipnya qardhul hasan merupakan pinjaman dengan tujuan kebajikan, dimana peminjam hanya perlu membayar jumlah uang yang dipinjamkan tanpa membayar tambahan.

 g.    Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran antara uangdengan uang. Pengertian pertukaran uang yang dimaksud disini yaitu pertukaran valuta asing , dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau mata uang lainnya.


BAB III
PENUTUP

1.    Kesimpulan
A.  Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
1.    Sistem Penghimpunan Dana, terdiri dari:
v  Modal
v  Titipan (Wadi’ah)
v  Investasi (Mudharabah)
2.    Sistem Penyaluran Dana (Financing), dikategorikan 2 bentuk, yaitu:
Ø  Equity Financing
Ø  Debt Financing
3.    Jasa Layanan Perbankan
*      Al-Wakalah (Deputyship)
*      Kafalah (Gauranty)
*      Hawalah (Transfer Service)
*      Ju’alah
*      Rahn
*      Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)
*      Sharf







DAFTAR PUSTAKA


 

0 komentar:

Posting Komentar